Tingkat : 1B2
Karya Tulis Ilmiah
Nutrisi dan Gizi Buruk
Gizi buruk merupakan status
kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi, atau nutrisinya di bawah standar.
Gizi buruk masih menjadi masalah yang belum terselesaikan sampai saat ini. Gizi
buruk banyak dialami oleh bayi dibawah lima tahun (balita). Masalah gizi buruk
dan kekurangan gizi telah menjadi keprihatinan dunia sebab penderita gizi buruk
umumnya adalah balita dan anak-anak yang tidak lain adalah generasi generus
bangsa. Kasus gizi buruk merupakan aib bagi pemerintah dan masyarakat karena
terjadi di tengah pesatnya kemajuan zaman. Namun sampai saat ini penanganan
yang diberikan, hanya mampu mengurangi sedikit kasus gizi buruk pada balita.
Hal ini membuktikan bahwa penanganan dan program yang diberikan oleh pemerintah
belum mampu menekan jumlah kasus gizi buruk yang ada. Banyak faktor-faktor yang
dianggap mempengaruhi gizi buruk. Namun penyebab dasar terjadinya gizi buruk
ada dua hal yaitu sebab langsung dan sebab tidak langsung. Sebab
langsung adalah kurangnya
asupan gizi dari makanan dan akibat terjadinya penyakit bawaan yang
mengakibatkan mudah terinfeksi penyakit DBD, HIV/ AIDS, dan lain-lain.
Sedangkan kemiskinan diduga menjadi penyebab utama terjadinya gizi buruk.
Kurangnya asupan gizi bisa disebabkan oleh terbatasnya jumlah makanan yang dikonsumsi
atau makanannya tidak memenuhi unsur gizi yang dibutuhkan karena alasan sosial
dan ekonomi yakni kemiskinan Selain kemiskinan, faktor lingkungan dan budaya
turut andil dalam kasus gizi buruk. Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)
faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap kasus gizi buruk pada balita
adalah kemiskinan, tingkat pengetahuan orang tua, asupan gizi, dan faktor
penyakit bawaan. Sedangkan menurut UNICEF faktor-faktor secara langsungnya
adalah asupan makanan, infeksi penyakit, dan faktor tak langsung meliputi pola
asuh anak, ketersedian pangan, layanan kesehatan/ sanitasi. Kualitas sumber
daya manusia merupakan paduan yang serasi dan seimbang antara fisik, mental
(rohani) dan sosial. Salah satu determinasi kualitas manusia adalah
terpenuhinya kebutuhan gizi yang diperoleh melalui konsumsi pangan. Terwujudnya
kualitas sumber daya manusia merupakan proses jangka panjang yang harus
diperhatikan sejak janin dalam kandungan hingga usia lanjut, sehingga diperoleh
manusia yang sehat, produktif dan tangguh dalam menghadapi tantangan zaman.
Untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas ditentukan oleh status
gizi yang baik. Status gizi yang baik dapat terwujud bila makanan yang
dikonsumsi dapat memenuhi kecukupan gizi yang diperlukan, baik dalam jumlah
maupun mutu dari makanan itu sendiri (Depkes RI, 2005). Gizi buruk adalah suatu
keadaan patologis yang terjadi akibat tidak terpenuhinya kebutuhan tubuh akan
berbagai zat gizi dalam jangka waktu yang relatif lama (Moehji, 2002). Gizi
buruk adalah suatu kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi atau nutrisinya
berada dibawah standar rata-rata (Nency, 2005). Prevalensi gizi buruk pada
balita adalah 5,4% dan gizi kurang pada balita adalah 13,0%. Keduanya
menunjukkan bahwa baik target rencana pembangunan jangka menengah untuk
pencapaian program perbaikan gizi (20%), maupun target Millenium Development Goals pada tahun 2015 (18,5%) telah tercapai
pada tahun 2007. Secara
garis besar penyebab anak kekurangan gizi disebabkan karena asupan makanan yang
kurang. Anak yang menderita gizi buruk terjadi karena tidak terpenuhinya angka
kecukupan gizinya yang disebabkan oleh rendahya konsumsi energi dan protein
sehari-harinya. Memberikan makanan yang bergizi juga tidak selalu identik
dengan memberikan makanan yang mahal dan tidak terjangkau. Banyak makanan yang
sehat dibuat dengan mudah tanpa membutuhkan biaya yang besar. Sebagaimana
kita ketahui, salah satu cara mengetahui kesehatan dan pertumbuhan anak
dilakukan dengan memantau hasil penimbangan berat badan pada setiap bulan. Di
Posyandu hal ini dilakukan dengan menggunakan alat ukur pemantauan KMS atau
kartu menuju sehat. Kartu ini antara lain berfungsi sebagai alat bantu
pemantauan tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak. Salah satu pengertian gizi buruk
merupakan suatu keadaan kekurangan konsumsi zat gizi yang disebabkan oleh
rendahnya konsumsi energi protein dalam makanan sehari–hari, sehingga secara
klinis terdapat tiga tipe, marasmus , kwashiorkor, dan marasmus kwashiorkor
Roedjito (1989), masalah kurang gizi dapat mencakup kekurangan energi, protein,
zat besi, juga kekurangan vitamin A. Sedangkan
pendekatan masalah kurang gizi meliputi tiga klasifikasi, antara lain keadaan
biologi (yang mencakup umur, jenis kelamin, keadaan fisiologis, gangguan
penyakit infeksi, keadaan kesehatan), keadaan fisik (yang meliputi pedesaan
atau perkotaan dan ekologi daerah seperti hutan, rawa-rawa, pegunungan,
dataran, sumber makanan, petani dan pasar), serta keadaan sosial ekonomi dan
kebudayaan meliputi suku dan budaya, status sosial ekonomi, pendapatan, luas
tanah). Sementara menurut Azwar (2005), faktor kemiskinan
merupakan penyebab mendasar yang mengakibatkan masalah gizi kurang akibat
minimnya asupan gizi dan tingginya penyakit infeksi. Sedangkan menurut
Kurniawan et all (2001), masalah inti yang menjadi penyebab gizi kurang antara
lain karena keadaan keluarga memburuk, pendidikan dan penyediaan bahan makanan
tidak baik, serta kurangnya hasil pertanian, sehingga menyebabkan kurangnya
ketersediaan makanan pada skala rumah tangga. Juga karena minimnya akses rumah
tangga pada sarana pelayanan kesehatan. Pada dasarnya keadaan gizi kurang tidak
semata masalah kesehatan tetapi juga masalah non kesehatan, tidak semata masalah
ekonomi tetapi juga masalah non ekonomi. Kebijakan dalam pencegahan dan
penanggulangan gizi buruk menurut Depkes RI (2006), antara lain dilakukanp
pendekatan pemberdayaan
masyarakat yaitu dengan meningkatkan akses untuk memperoleh
informasi serta keterlibatan dalam proses pengambilan keputusan. Status
gizi masyarakat dapat digambarkan terutama pada status anak balita dan wanita
hamil. Oleh karena itu sasaran dari program perbaikan gizi makro ini
berdasarkan siklus kehidupan yaitu dimulai dari wanita usia subur, dewasa, ibu
hamil, bayi baru lahir, balita, dan anak sekolah. Kelompok masyarakat yang
paling menderita akibat dari dampak krisis ekonomi terhadap kesehatan adalah
ibu dan pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas bayi yang dilahirkan dan anak
yang dibesarkan. Bayi dengan berat lahir
rendah adalah salah satu hasil dari ibu hamil yang menderita kurang energi
kronis dan akan mempunyai status gizi buruk. BBLR berkaitan dengan tingginya
angka kematian bayi dan balita, juga dapat berdampak serius terhadap kualitas
generasi mendatang yaitu akan memperlambat pertumbuhan dan perkembangan mental
anak, serta berpengaruh pada penurunan kecerdasan (IQ). Setiap anak yang
berstatus gizi buruk mempunyai resiko kehilangan IQ 10 – 13 poin. Pada tahun
1999 diperkirakan terdapat kurang lebih1,3 juta anak bergizi buruk, maka
berarti terjadi potensi kehilangan IQ sebesar 22 juta poin.2 Sementara
itu prevalensi BBLR pada saat ini diperkirakan 7 – 14 % (yaitu sekitar 459.200
– 900.000 bayi). Gizi Kurang merupakan salah satu masalah gizi utama pada
balita di Indonesia. Berdasarkan hasil susenas data gizi kurang tahun 1999
adalah 26.4 %, sementara itu data gizi buruk tahun 1995 yaitu 11.4 %. Sedangkan
untuk tahun 2000 prevalensi gizi kurang 24.9 % dan gizi buruk 7.1%. Gizi buruk
adalah keadaan kurang gizi tingkat berat yang disebabkan oleh rendahnya
konsumsi energi dan protein dari makanan sehari-hari dan terjadi dalam waktu
yang cukup lama. Tanda-tanda klinis dari gizi buruk secara garis besar dapat
dibedakan marasmus, kwashiorkor atau marasmic-kwashiorkor. Dampak
selanjutnya dari gizi buruk pada anak balita adalah terjadinya gangguan
pertumbuhan pada anak usia sekolah. Gangguan ini akan menjadi serius bila tidak
ditangani secara intensif. KEK dapat terjadi pada Wanita Usia Subur (WUS) dan
pada ibu hamil (bumil). KEK adalah keadaan dimana ibu menderita keadaan
kekurangan makanan yang berlangsung menahun (kronis) yang mengakibatkan
timbulnya gangguan kesehatan pada ibu. (Departemen Kesehatan, 1995). Pemantauan
kesehatan dan status gizi pada WUS merupakan pendekatan yang potensial dalam
kaitannya dengan upaya peningkatan kesehatan ibu dan anak. Kondisi WUS yang sehat
dan berstatus gizi baik akan menghasilkan bayi dengan kualitas yang baik, dan
akan mempunyai risiko yang kecil terhadap timbulnya penyakit selama kehamilan
dan melahirkan. Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan
nutrisi, atau nutrisinya di bawah standar. Gizi buruk masih menjadi masalah
yang belum terselesaikan sampai saat ini. Gizi buruk banyak dialami oleh bayi
dibawah lima tahun (balita). Anak
yang menderita gizi buruk terjadi karena tidak terpenuhinya angka kecukupan
gizinya yang disebabkan oleh rendahya konsumsi energi dan protein
sehari-harinya. Memberikan makanan yang bergizi juga tidak selalu identik
dengan memberikan makanan yang mahal dan tidak terjangkau.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar